Hari Sabtu sebenernya adalah hari di mana para kawula muda bergembira, karena sudah tren dari dahulu kala, sejak jamannya orang-orang dulu kalau wakuncar itu biasanya jatuh pada hari Sabtu, kalau ada yang pacaran malem Jum’at itu agak aneh, hehehe jangan-jangan pacaran ama kuntilanak, waspadalah! Kalau Sabtu tiba maka saatnya untuk nge-date barang gebetan, atau sekedar pedekate. Buat para jomblowan dan jomblowati ngapaian ya kalau malem minggu gak punya temen nge-date? Hanya ada satu kata, cucian de lo!
Dika tampak gelisah di kamarnya, suara alunan musik Gigi berjudul ’11 Januari’ terdengar syahdu. Lho syahdu bukan lagunya bang haji Rhoma Irhama? Ah tau deh pokoke terdengar syahdu. Sangking syahdunya mata Dika sampe merem melek, entah kelilipan atau ngantuk. Sabtu ini sebenernya Dika ada janjian nge-date sama pacarnya Tia yang udah tiga bulan ini dijalani dengan back street. Sebenernya sih gak harus back street tapi Dika nya aja yang konyol, masih belom berani untuk main ke rumah Tia. Katanya “Aduh beib aku belon berani ke rumahmu, nanti aja ya?” tinggal Tia yang kesel super abis. Ini cowok cemen amat sih, masa maen ke rumah aja gak berani, Tia hanya bisa meratapi nasibnya. Impiannya untuk bisa diapelin cowok di rumahnya jadi tinggal impian. Padahal mamanya selalu menggoda ‘Kayaknya anak mama gak pernah diapelin ya..? apa nggak ada yang mau sama anak mama ini?’ Tia lagi-lagi hanya cemberut. ‘sebenernya ada ma.. tapi dia belon berani dateng kesini,’ rajuk Tia manja. Mamanya hanya bisa geleng-geleng kepala memaklumi anak semata wayangnya yang beranjak dewasa.
Lagi asik-asiknya Dika dengerin lagu Gigi, pintu kamarnya ada yang ngegedor-gedor dor! Dor! “Dika!” panggil suara ibunya. Dika bangkit dan buka pintu, “Ada apa sih, Ma? Ganggu orang seneng aja” mamanya mendelik.
“Heh! Pagi-pagi dah ngerem aja di kamar, kayak perawan aja. Nih anterin pesenan kue tante Rika, dia dan nunggu tuh, awas ya kalo nggak nyampe,” mamanya nyerocos kayak hansip, sambil menyerahkan sebuah kardus besar yang tercium harum.
“Ini apa sih ma, kue bolu ya?” mamanya tidak menjawab langsung ngeloyor pergi ke dapur. Hari ini memang mamanya banyak pesanan kue, tidak hanya tantenya yang memesan, tapi juga tetangga. Mamanya memang jago bikin kue special lagi kalo kue bolu, bikinan mamanya tiada duanya di komplek ini. Dengan malas Dika pun pergi dengan motornya ke rumah tante Rika
***
Dika akhirnya sampai di rumah Tante Rika, yang terletak di daerah Lenteng Agung. Rumah yang kecil tapi nyaman untuk ditempati. Ukurannya memang tidak besar tapi dengan penataan yang sempurnya rumah itu seperti tidak terlihat kecil. Ditambah lagi dengan bangunan minimalisnya yang menambah kesan rumah jadi maximal. Tantenya pun gembira dengan kedatangannya
“Aduh Dik, kalo sampe kamu nggak dateng waduh tante bisa repot, soalnya tante sudah keburu pesen kue sama mama kamu, khusus untuk bolu ini, buat arisan dengan teman tante,” kata Tante sambil mengambil kue bawaannya ke dapur.
“Oh ya, Dik. itu ada temen tante namanya Wina,” kata tante lagi memperkenalkan temannya yang bernama Wina. Wanita yang disebutkan namanya tersenyum pada Dika. Wanita yang cantik dan anggun sekali. Mungkin umurnya agak lebih muda dari tantenya. Karena dari wajahnya terlihat masih fres dibanding tantenya yang sudah menua dan keriput.
“Nama saya Andika Prameswara, kamu bisa panggil aku Dika atau Dik,” kata dika memperkenalkan diri menyodorkan tangannya pada Wina. Wina pun menyambut uluran tangannya. Serrr.. darah bagai berdesir menyengat diseluruh tubuh Dika. Tangan Wina sangat halus seperti tangan putri para raja. Seperti tak pernah memegang pekerjaan berat pada tangan itu. Hati Dika berdegup tak beraturan. Menahan hasrat yang tiba-tiba aja timbul di jiwanya. Hasrat untuk lebih dekat. Wina tersenyum, aduhai… indah banget, batin Dika. Senyum yang seperti diberikan khusus pada Dika. Awas Dik! Ini teman tante mu, pesan suara yang lain mengusiknya.
Mereka duduk hadap-hadapan, membuat Dika dapat melihat setiap lekuk wajah cantik dan mempesona itu. Wina memang cantik untuk ukuran seumuran tante Dika. Wajahnya seperti tidak mengalami ketuaan., awet muda kata orang sih. Apa dia sudah punya suami ya? Batin Dika sambil tetap ternganga di depan Wina yang tampak jadi malu diperhatikan seperti itu oleh Dika.
“Dika temenin Wina dulu ya, tante ada telpon! Gak lama kok” tereak tante sambil ngacir kekamarnya mengejar telpon yang berdering. Lama juga gak apa-apa tante, kalo bisa gak sampe pagi, tereak batinnya kegirangan. Dengan begitu dia bisa dengan leluasa ngobrol dengan wanita yang telah membuat jantungnya berdegub kencang.
“Namaku Wina, lengkapnya gak usah tau yah, nanti aja..” kata Wina memperkenalkan diri, gayanya yang anggun, membuat Wina lebih berbeda pada kebanyakan wanita yang pernah dikenalnya. Ya iyalah dik, dia kan temen tantemu pastilah sudah lebih dewasa dari wanita-wanita sepantaran mu. Huhf..! kalo Aku punya mesin penghenti waktu, pasti akan kumatikan mesin ini, lalu aku akan menciummu dan membawamu pergi ke pulau yang tak dihuni orang lain selain kita, batin Dika mulai gila. Rupanya Dika memang benar-benar kesemsem oleh Wina.
Mereka pun ngobrol, kebetulan Wina orang yang asik, tidak membatasi diri dengan perbedaan usia. Tapi sumpah, menurut Dika wanita bernama Wina ini tidak terlihat tua, bahkan dengan pacarnya Tia, wajahnya seperti tampak seumuran. Bahkan kecantikannya mirip! Hah mirip! Dika buru-buru menghalau pikiran jahat itu. Dia gak yakin kalau wajah Wina dan Tia hampir mirip, sama-sama cantik. Tapi lebih cantik ini ya, Dik? Dika mengangguk, bahaya Dika sudah kepincut!
Dari obrolan Dika dapat mengetahui kalau rumah Wina deket dengan Kampusnya di Margonda Depok. Dari obrolan itu pula Dika mendapatkan nomor hape Wina. Mereka tidak bisa menggali informasi masing-masing karena tiba-tiba tante Rika datang. Datang membawa beberapa potong kue yang memang dihidangkan untuk teman-temannya yang sebentar lagi hadir, arisan tapaknya akan segera dimulai. Dika pun pamit diri pada tantenya, dia risih karena isinya pasti wanita seumuran tantenya. Tadinya tante Rika menahannya untuk membantu menyiapkan hidangan bagi para tamunya, berhbung om Rifa belum pulan tugas dari Palembang. Tapi Dika memilih pulang, tante Rika pun tak bisa menceganya. Dijabat sekali lagi tangan Wina sebelum pulang, oh my God… batinnya hangat sekali tangan itu. Wina pun tersenyum untuk yang terakhir, sebelum Dika berpamitan pulang.
***
Daun-daun tampak jatuh berguguran, angin berhembus pelan menerpa setiap gugusan dahan pohon rindang. Halaman rumah Dika tampak mulai dipenuhi dedaunan yang menguning, sebagai pertanda kehidupan akan dimulai dengan babak baru. Yang tua digantikan dengan yang muda, begitulah seleksi alam. Nyata tapi ada disetiap lingkaran kehidupan. Dika tampak duduk diteras rumahnya. Santai sambil melonjorkan kakinya, dia menyenderkan tubuhnya pada bangku yang dibuat dari bambu.
Dika tampak senyam-senyum sambil matanya merem melek membayangkan sesuatu. Membayangkan dirinya tadi bisa berjabat tangan dengan tangan halus Wina, yang halus dan lembut. Sangat lembut terasa sampai ke relung-relung hatinya. Bayangan-bayangan wajah cantik Wina menari-nari dipelupuk matanya dan tersenyum indah untuk dirinya. Badai asmara tampaknya sudah meluluh lantakan jiwa muda Dika. Tak seperti ini sebelumnya dia merasakan jika berkenalan dengan wanita. Lalu Tia? Dia memang cantik tapi membosankan, senyum Dika.
Lamunannya dikagetkan dengan getaran hape yang ada dibalik kantong celana jins nya. “Halo.. halo Dika, aduh aku dah nunggu satu jam nih, kamu dimana?” Tanya suara Tia diseberang sana. Astaga! Kaget Dika. Ia lupa kalau hari ini ia ada janji dengan Tia di Bioskop Depok Square.
“A..a.. aku masih di .. rumah,” katanya panik.
“Lho kamu kok malah masih di rumah sih.. trus aku gimana!” maki Tia diseberang sana.
“Iya. Nan..” belum sempat menjawab lebih jauh, ‘tut.. tut.. tut…’ suara telpon terputus dari seberang sana.Tia menutup telpon tanpa ampun. Satu lagi kasus baru menghampiri Dika. Ia hanya memaki dirinya sendiri tentang kejadian ini. Bagaimana dirinya bisa lupa, kalo ada janji dengan Tia kekasihnya. Aduh benar-benar dibutakan dewi cinta kamu Dik.. dawai-dawai asmara itu benar-benar telah membuatnya terlena dan mabuk, tak bisa menghilangkan kerinduan pada kecantikan wajah Wina yang mempesona itu. Wajah itu terus hadir dan hadir disela-sela kegelisahan yang menumpuk didadanya. Begitu menyesakan sampai tak bisa berbuat apa-apa, aku haru menelponya! Bisik hati Dika.
“Halo, ada orang di sama?” suara itu terdengar lagi. Dika gugup, grogi tak menjawab.
“Halo!” suara itu mulai kesal. Lalu terdengar gerutuan sambil menutup telponnya. Tut..tut..tut.. bunyi telpon terputus. Banar-benar mati kutu Dika dibuatnya. Tak ada sepatah katapun yang berani dikeluarkannya hanya untuk sekedar mangucap Halo! Diberanikan lagi dirinya untuk kembali menekan angka-angka tersebut.
“Halo,” suara lembut itu menjawab.
“Ha.. Halo, Wina ya, ini Dika,” jawab Dika terbata-bata. Keringat dingin tampak mengucur, susah payah dia memupuk semangatnya mengatasi rasa grogi. Suara lembut itu untung tidak memaki-maki karena tadi sempat kesal Dika tidak menjawab. Kalo sampai memaki mungkin Dika akan mengurungkan niatnya untuk kembali menjawab say helo-nya.
“Lho Dika, kirain siapa? Lagi sibuk apa hari ini, pasti mo ngedate ya?”
“Ah, nggak, aku gak punya pacar,”
“Ah, gak mungkin gak punya pacar, masa orang keren kayak Dika gak punya pacar,” Jeger! Mati deh, dia bilang apa tadi, keren! oh my god! Tambah lemes Dika dibuatnya. Geer menyelimuti perasaannya. Berbunga-bunga hatinya dibuatnya.
“Aku lagi gak ada acara, boleh gak aku maen ke rumah kamu, kebetulan kampus ku di Margonda, jadi bisa mampir, itu juga kalo boleh?”
“Oh, bagus dong, mampir aja lagi Dik, kebetulan aku gak kemana-mana,”
“Bener nih”
“Iya Dika, maen ya, ku tunggu lho?”
Ih, suara itu sangat menggemaskan. Menggemaskan untuk Dika remas sepuas-puasnya, lho suara mana bisa diremas, Dik! Oh bodo deh, pikirnya. Langsung bangkit, menuju kamarnya untuk mempersiapkan first ngedate nya. Wina tunggu aku! Teriaknya girang, menuju kamarnya. Tinggal ibunya yang keheranan dengan tingkah laku Dika yang kayak orang kesurupan, nyanyi-nyanyi lagu ’always’ nya Bon Jovi.
***
Dika memasuki rumah besar itu. Pintu gerbangnya kebetulan tidak terkkunci, langkah getarnya mengantarnya ke depan pintu tamu. Grogi, gugup seketika mampir di perasaanya, terbentang pertanyaan-pertanyaan pertama kali yang harus diucapkannya saat Wina membukakan pintu. ‘Hai Wina apa kabar?” atau ‘hai, lagi apa?’ ah gila pikirnya gugup. Diberanikan dirinya untuk memencet bel yang memang tersedia di pintu. ‘Tingnong!” suara bel terdengar nyaring. Suara orang melangkah dari balik pintu tampak mendekat dan mendekat.
“Hai Dika, ayo masuk, nyampe juga ya, gak nyasarkan,” Wina menyapanya dengan manja. Sebenernya gak manja sih.. Cuma Dika aja yang nangkepnya begitu. Namanya juga lagi kesemsem. Dika mengangguk pasti, tetap masih gugup dan kikuk.
“Gampang kok Win, kebetulan aku kan kuliah di deket sini jadi aku paham tentang alamat yang kamu berikan,” kata Dika sok yakin.
“Oh ya, mo minum apa? Susu? Kokakola? Atau sirup.. ah.. aer putih dingin aja ya? Tunggu ya aku ambilkan dulu,” Wina tampak nyerocos tanpa memberi kesempatan Dika bisa memilih minuman yang ditawarkan. Tubuh sintal Wina tampak berjalan gemulai dengan lekuk tubuhnya yang aduhai menuju ruang belakang. Mata Dika tak berkedip menyaksikan karunia tuhan yang menggoda itu. Aer liurnya sampe pengen netes.
Tiba-tiba dari arah tangga di ruang tengah itu, ada langkah kaki turun, semakin keliatan dan semakin keliatan oleh Dika. Deg! Dia seperti mengenal wanita ini. Samar-samar dia melihat, dikucek-kucek lagi matanya takut salah lihat. Ya Tuhan! Pekiknya setengah berdiri.
“Dika! Ngapain kamu disini? Tadi katanya di rumah? Kok sekarang disini? Kan aku gak nyuruh kamu kesini? Lagian dari mana kamu tahu alamatku? Kamu kan belon pernah kesini?” Dika seperti ketangkep ama hansip gara-gara ketangkep pacaran di kebon orang. Matanya nanar, hidunya kembang-kempis, matanya mengembang seperti ingin nangis, kakinya yang udah gemetaran dari tadi, kini kaku tak bergerak.
Andai ini adalah sebuah sinetron tentu Dika akan menyuruh sutradaranya menghentikan adegan menyeramkan ini. Ini rumah Tiaaaa!!!! Teraknya pasrah dalam hati. Belum sempat dika menjawab pertanyaan membabi buta dari Tia, Wina pun muncul dengan membawa nampan berisi secankir teh dan toples berisi kue-kue kering.
“Lho kamu kenal Dika ya?” Tanya Wina pada Tia, Tia mendengus kayak babi.
“Ini Dika mah, pacar Tia..!” Wina hanya melongo. Sementara Dika sudah tidak sadarkan diri, pingsan!.
***
Cerpen ini di muat pada buku Antologi cerpen Gado_gado Cinta..
Selamat membaca