Ketika Maaf Datang Terlambat
Wajah itu sangat khas, terbentuk darin lekuk-lekuk tulang keras yang menghiasi wajah nya, dan hal itu tampak tidak mengurangi ketampanannya. Wajah yang tampak kokoh terbentuk melalui sebuah kekerasan hidup yang sudah dialaminya. Rose tampak sangat asik memperhatikan kekasihnya yang sedang asik memainkan jarinya diatas keyboard laptopnya. Entah sudah berapa lama ia memperhatikan Heri, yang tampak sedang sibuk dengan laptopnya tersebut. Heri kalau sudah asik dengan pekerjaan kantornya, seperti lupa akan keadaan sekelilingnya, lupa kalau dirinya saat ini ditemani bidadari kecil manis yang selalu setia menyertai perjalanan hidupnya. “Tuk!” sebuah kacang kulit mengagetkan Heri dari kesibukannya, segera ia tersadar, kemudian tersenyum.
“Sory… aku gini lagi ya…” kata Heri datar, wajah manis itu tersenyum…
“kamu tuh gak pernah berubah ya…” kata Rose sambil tangannya mencoba mengeluarkan kacang dari kulitnya, untuk kemudian memakannya kembali. Entah sudah berapa kacang yang ia habiskan, untuk mengusir kejenuhan akibat dicuekin oleh Heri.
“yah… sory deh… aku lagi nanggung nih, sebentar lagi kerjaanku ini ditagih sama bosku.” Kata Heri sambil terus memperhatikan kerjaanya di laptop.
“emang gak bisa apa rehat sebentar.. aja, aku kan jauh-jauh datang kekosan kamu bukan untuk dicuekin.” Rose merajuk manja. Heri menghela napas, kemudian ditaruhnya laptop tersebut dimeja yang berbentuk segi empat terbuat dari kayu, dengan kaca sebagai tatakannya, untuk kemudian menghampiri Rose yang duduk didepannya. Wajahnya mendekat ke wajah Rose, sehingga nafasnya sangat terasa menerpa pipinya yang mulai memerah jengah, jarak kedua wajah tersebut kini tinggal lima senti saja, Rose menatap mata Heri yang tajam, menusuk hingga kerelung hatinya yang terdalam, dadanya dag dig dug, berdebar-debar menanti apa selanjutnya yang akan dilakukan Heri. Tangan Heri bergerak mengelus dengan lembut rambut Rose yang panjang indah terurai, untuk kemudian tangan itu meraih dagu Rose dengan jemari kasarnya dan mengangkatnya sedikit untuk memudahkan dipandang. Rose tampak tak berkedip, ia tidak bisa melakukan apa-apa, ia tidak menyangka mendapat perlakuan Heri yang tiba-tiba tersebut.
“Kamu bikin kopi dulu gih, aku haus nih?” kata Heri sambil tiba-tiba tersenyum nakal sambil mengerlingkan matanya.
“iihhh… kamu nakal banget sih… rese…” maki Rose kesal, baru tersadar kalo dirinya sedang dikerjain.
“hahaha… ayo dong sayang, jangan cemberut, aa haus nih….??” Heri tertawa terpingkal-pingkal, sementara Rose yang kesal lari ke dapur untuk membuat kopi, dan Heri masih saja tertawa di sofanya tersebut. “huh.. dasar nakal, awas ya..” maki Rose dalam hati.
“Ini kopinya aa jahat..” Rose meletakan kopi yang tampak masih panas mengepul.
“Terimakasih cayank…” kata Heri sambil mengambil cangkir untuk kemudian menyeruputnya “Sruuppp…”
“Puah!... Kopi apaan nih.. paiiittt…” maki Heri kesel, Gantian Rose yang tertawa terpingkal pingkal berlari menghindari Heri yang mengejarnya.
“Jangan lari … awas ya..” teriak Heri melompat melewati sofa coklat muda tersebut. Hup! Heri akhirnya dapat menangkap bidadarinya tersebut, mereka tertawa terpingkal-pingkal sambil bercanda mesra. Begitulah Heri dan Rose sepasang kekasih yang telah hampir tiga setengah tahun menjalin kemesraan lewat melodi cinta yang mereka mainkan. Heri pemuda asal Ciamis, yang sudah tujuh tahun merantau di Jakarta. Meninggalkan emaknya di Ciamis yang memang seorang petani, dan mencoba meneruskan pekerjaan almarhum bapaknya hampir sepuluh tahun lalu meningalkan mereka, dimana Heri ketika itu duduk dibangku esempe.
Bapak Heri yang pensiunan guru itu memang hanya meninggalkan lahan pertanian dan balong ikan untuk menghidupi Heri kecil dan emaknya dalam mengarungi kerasnya kehidupan ini, dimana beban hidup sangat terasa berat, dimana barang-barang sudah melompat jauh, tidak memperdulikan manusia seperti Heri dan emaknya tersebut. Beruntung Emaknya masih bisa mengandalkan pensiunan guru Bapaknya. Walupun kecil tapi emaknya bisa menambahi biaya sekolah Heri dengan hasil taninya, mereka hidup seadanya, yang pengting Heri bisa sekolah, itulah tekat emak yang ditinggalkan pesan oleh bapak untuk dapat terus menyekolahkan Heri sampai ke jenjang sarjana. Bapak Heri memang berpesan kepada emaknya untuk sebisa mungkin dapat menyekolahkan anak semata wayang mereka setinggi langit.
Hal itu sudah menjadi tekat emak, dengan segenap kemampuannya, dan hanya ditopang oleh tubuh ringkihnya, berhasil membiayai sekolah Heri sampai dapat menyelesaikan sekolahnya dengan menyabet gelar Sarjana Teknik Sipil, kalau kata bapaknya si Dul di sinetron “Si Dul Anak Sekolahan” Anak gue udeh jadi tukang insinyur. Heri mennyelesaikan Kuliahnya di Bandung, di salah satu universitas negeri terkemuka di wilayah tersebut, ia juga mendapat beasiswa dari kampusnya, karena menjadi salah satu mahasiswa yang terpandai, walau tidak mendapat nilai cumload, tetapi paling tidak dapat meringankan biaya emaknya dikampung. Emak sangat bangga atas apa yang telah diraih Heri, matanya tak kuat menahan haru ketika Heri ditasbihkan menjadi sarjana dengan pakaian toganya. “aku berhasil…” kata emak lirih dalam hati sambil tersengguk-sengguk ketika nama Heri dipanggil rektor untuk mendapatkan selembar ijazah sarjananya.
Sekarang Heri di Jakarta, merintis karir bekerja disalah satu perusahan kontraktor swasta terkemuka. Di Jakarta pula ia menjumpai bidadari manisnya Rose, untuk kemudian menjalin kasih sampai hampir tiga setengah tahun lamanya. Kepribadian Heri yang tegas, walau agak egois, sangat disukai Rose, yag merasa aman bila berada didekat Heri.
Heri memang mempunyai kepribadian yang kuat, tempaan pengalaman hidup yang keras akibat ditinggal bapaknya, sudah membentuk kepribadian Heri yang kokoh. Heri biasa bekerja keras, Slogan lebih baik tangan diatas dari pada dibawah, juga menjadi prinsipnya. Tidak segan tiap hari sebelum berangkat sekolah di kampungnya, ia ikut membantu emaknya disawah, hinggal akhirnya emak marah padanya, bila disuruh sekolah malah asik nyangkul disawah. Heri memang tidak bisa melihat emaknya mengurusi lahan pertanian milik mereka seorang diri. Tangan ini diciptakan Tuhan untuk bekerja, begitu Heri berkata pada teman-temannya bila menanyakan kenapa ia sering telat kesekolah, Heri menjawab ia membantu emak di ladang, jawabnya. Bukankah emaknya bisa menyuruh orang, Heri biasa tidak menjawab pertanyaan teman-temanya, ia langsung ngeloyor masuk kedalam kelas.
Hubungannya dengan Rose memang akan memasuki babak baru, dimana mereka akan bertunangan, dan menikah. Heri sudah mengenal keluarga Rose, karena memang telah lama mereka berhubungan. Emak sudah setuju dengan rencananya tersebut, Emak sudah dikenalkan dengan Rose, ketika emak datang ke Jakarta. Emak sangat suka akan kepribadian Rose yang ramah, lembut tidak angkuh dan sangat manis. Biasanya Heri hanya tersenyum bila emak sudah memuji kekasihnya tersebut.
Sementara orang tua dari pihak Rose sebaliknya, tidak menyukai sifat Heri, yang memang pendiam, tidak mau berbaur dengan keluarga Rose, bila datang kerumah Rose. Sikapnya yang terbiasa hidup mandiri dan keras sangat mepengaruhi kepribadiaannya, yang banyak bekerja dari pada banyak bicara. Sehingga dengan sikapnya yang agak susah masuk ke dalam keluarga Rose menjadi ganjalan tersendiri. Ketidakcocokan sepertinya menjadi hal yang biasa dihadapi Heri bila berhubungan dengan keluarga Rose.
Konflik terparah dengan keluarga Rose akhirnya terjadi juga, dimana Heri menolak pemberian batik dari kakak Rose, untuk resepsi pernikahan. Kak Reni memang akan menikah bulan Juli 2009 ini. Ia dipinang pemuda asal temanggung Jawa Tengah. Kak Reni sudah mempunyai planing jauh-jauh hari, agar pada hari “H” nya nanti, setiap lelaki yang sudah masuk dalam lingkup keluarga besar Jaelani untuk memakai batik pemberiannya, tidak terkecuali Heri.
Di keluarga Rose memang semua saudaranya ada empat ditambah dirinya semua jadi berlima dan semuanya adalah wanita. Dari kesemuanya tinggal Rose dan Kak Reni yang belum berkeluarga. Atas dasar itulah, muncul ide dari kak Reni untuk lebih terlihat kompak oleh para tamu pada saat acara resepsi pernikannya, maka semua laki-laki yang adapara menantu haru memakai seragam batik yang sudah dibeli oleh Kak Reni.
“Saya gak bisa menerimanya kak, maaf..” kata Heri sewaktu sebuah batik bersarwa biru khas ukiran Jogja, akan diberikan Kak Reni kepadanya. Kak Reni agak terkaget.
“Kenapa Heri, batiknya gak bagus ya…” sindir Kak Reni, Heri jadi kikuk serba salah, sementara Rose yang mendampinginya, agak khawatir sesuatu akan terjadi. Ia tahu Heri keras kalau sudah ada maunya. Apa yang dia bilang susah untuk dicabut kembali, itu memang sudah kepribadian Heri. Sementra itu kakaknya adalah seorang wanita yang mempunyai temperamen cukup keras, dan gampang tersinggung.
“Bukan itu kak Reni.” Sahut Heri kikuk
“Lalu kenapa kamu nolak batik ini, jangan macem-macem deh Heri.” Tampaknya muka Kak Reni agak sedikit memerah jengkel. Semua yang ada diruangan keluarga Rose langsung terdiam. Mereka tampaknya agak khawatir, perselisihan akan terjadi diantara dua orang yang bertemperamen keras. Semua sudah mengenal Kak Reni yang sama-sama bertemperamen keras, sementara Heri orang pemuda yang teguh dengan pendiriannya. Tidak akan goyah bila sudah menjalankan sesuatu.
“Gini loh kak Reni.. Aku tuh bukannya gak mau terima batiknya, tapi aku tuh gak enak aja, karena kak Reni dan mas Dino sudah hampir jadi menikah, dan yang lain juga sudah menikah sehingga sudah menjadi bagian keluarga ini. Sementara saya ini belum apa-apa, Saya gak bisa menerimanya, kak” kata Heri lantang.
“Oh.. jadi kamu selama ini merasa belum jadi bagian keluarga kami, jadi ngapain aja selama ini kamu pacaran ama Rose, sering dateng tapi gak bisa berbaur sama kami,” Seru Kak Rose tidak kalah lantang. Ketegangan semakin terasa. Suasana dalam ruang keluarga bagai dalam sekam, tiba-tiba saja ruangan tersebut menjadi terasa panas. Rose tidak bisa berbuat apa-aa, ia bingung harus berbuat apa, ia taku sama kak Rose yang tampaknya sudah tersulut emosinya, oleh sikap Heri.
“Kak Rose jangan asal ngomong ya, selama ini saya sudah cukup berusaha untuk dapat masuk kekeluarga ini, saya rasa gak ada masalah, hanya butuh waktu aja, kok”
“Apanya yang sudah berusaha. Kamu tuh gak ada usahanya untuk masuk dalam keluarga ini, kamu terlalu angkuh untuk masuk ke kita, padahal kamu harus sadar, kamu tuh bukan siapa-siapa, gak usah sombong deh.”
“Hei kak Reni gak usah ngelebar deh, masalah saya gak bisa nerima batik nya, itu karena sudah prinsip saya yang tidak biasa menerima pemberian orang lain,”
“Prinsip sih prinsip, tapi ada aturan mainnya, agar kita tidak terkukung dalam kesombongan. Apa sih susahnya terima batik ini, tar mau dipake atau gak itu gak jadi masalah, tapi tolong terima batiknya. Dan itu juga gak akan ngerugiin kamu.”
Sakin kesalnya kak Rose, ia melempar batik tersebut ke bangku yang ada didepan tipi yang berukuran besar, lalu Kak Reni ngeloyor pergi ke kamarnya diikuti oleh Kak Dino. Suasana jadi mencekam, semua terdiam. Semua mata tertuju pada Heri, yang saat ini tampak bersender ke bangku makan. Kakinya tampak bergoyang-goyang naik turun tidak beraturan, tampaknya ia sedang meredam kemarahan yang amat sangat. Rose sebagai kekasih Heri jadi serba salah, Heri yang terlihat terdiam sambil tetap menggoyang-goyangkan kakinya tampak menatap kosong menerawang, menegadahkan wajahnya ke atap rumah, entah apa yang sekarang ada dalam benaknya, batin Rose.
Malam itu akhirnya berakhir dengan suasana yang tidak nyaman. Pendirian Heri yang teguh, tampaknya sudah sangat merusak suasana yang ceria, dimana dalam rangka persiapan pernikahan Kak Reni yang akan berlansung seminggu lagi. Heri tampaknya tak sadar, bahwa prinsip yang dianutnya memang baik, tetapi ia memahaminya dalam kacamata sempit. Maksudnya memang baik, untuk biasa memberi dari pada menerima, itu lah hakekat dari pepatah orang tua bahwa tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah.
Tetapi dalam kasus ini Heri seperti dibutakan oleh prinsip yang tidak pada tempatnya. Bukankah menyenangkan hati orang lain itu berpahala, apalagi untuk masalah kebahagaiaan orang itu adalah keluarga kekasihnya sendiri. Dengan tidak menerima pemberian tersebut, maka Heri telah menyakiti perasaan orang tersebut, yang berakibat pada ketersinggungan seseorang, dalam hal ini adalah Kok Reni. Setelah kejadian itu tidak lama Heri pamit pulang, tidak banyak kata yang terucap. Rosepun diam seribu bahasa. Dia tidak bisa merasa bingung untuk memilih, disisi lain Reni adalah kakanya, sementara Heri adalah kekasihnya. Tapi dalam hati Rose agak sedikit sedih akan kekakuan hati Heri. Ia juga tidak habis pikir, kenapa Heri tidak bisa bersikap dewasa. Sikap Heri sudah tidak bisa ditoleransi lagi oleh akal sehat, Heri keterlaluan, Kenapa Heri? Ada apa dengan mu? bisik Rose merintih menahan kekecewan mendalam atas peristiwa yang sudah terjadi, sambil menatap tubuh tegap itu hilang ditikungan dengan sepeda motornya.
Setelah peristiwa semalam, Heri seperti menghilang ditelan bumi, ia tidak dapat dijumpai dikosannya, pintunya terkunci dan tidak dititipkan oleh ibu kost. Heri tidak meniggalkan pesan pada ibu kost. Ibu kost bilang hal ini sudah tiga hari berlansung, dimana pintu kamar kost Heri terkunci rapat saat Rose hendak menjumpai pujaan hatinya tersebut. Sementara Hape nya sulit untuk dihubungi, selalu operator telpon seluler salah satu provider yang menjawab.
Hal ini membuat Rose kebingungan, dirinya tidak biasa kehilangan Heri walau sedetikpun. Ia terbiasa menerima kabar dari Heri tidak selama ini. Biasanya Heri selalu aktif menghubunginya. Bahkan tiada hari tanpa menghubungi Rose walaupun Heri sibuk. Walaupun tak hadir dirumah Rose, esemes Heri selalu hadir menghiasi hape Rose, dengan rayuan-rayuan gombalnya. Sejuta kata penuh makna selalu hadir dalam setiap isi esemes Heri.
Sudah dua minggu paska kejadian di rumah Rose, Heri tak ada kabar beritanya. Disamping kebingungan dengan ulah Heri yang tidak biasa ini, Rose merasa ada rasa kangen yang sangat berat pada Heri. Oh… Heri, dimana kamu, bisik Rose dipembaringannya. Malam ini Rose tidak bisa tidur, ada perasaaan tak menentu mengganggunya. Dia pun tidak tahu perasaan ini, Rose sangat gelisah, seperti ada ketidaknyamanan dalam hati yang mengganggu. Perasaan mengganggu tersebut semakin membuatnya terpenjara dalam kamar. Sudah berapa kali guling yang dibekapnya dibuang kesana kemari. Tidurnya pun mejadi tidak nyaman.
Ada apa ya… ? bisiknya dalam hati. Oh Heri jangan buat aku tersiksa seperti ini Heri…? Tanpa disengaja tiba-tiba saja air mata sudah jatuh di pipinya, begitu hangat, hingga Rose tersada dari kehangatan air matanya. Rose kemudian menghapus air matanya. Ia sungguh tertekan. Ini sunggu ganjil. Ada yang tidak beres telah terjadi pada Heri, Entah apa itu, Rosepun tidak sanggup untuk menterjemankannya.
Aku harus menemui Heri di kantornya. Ini sudah tidak biasa, Heri sudah kelewatan, seperti ada yang disengaja sudah ditutupi Heri, bisik Rose. Kemudia ia pun beranjak dari pembaringannya untuk menuju meja belajar miliknya. Ia membuka laci yang ada di meja belajar tersebut, Rose tampak sibuk mengacak-acak laci tersebut, sambil berharap ada secerca kertas kecil yang permah ditaruhnya di laci tersebut. Ah.. akhirnya kertas kecil tersebut ditemukannya. Kertas kecil tersebut tampak lecek dan kumal. Mungkin sudah lama ia menaruhnya. Dibacanya secara perlahan untuk meyakinkan bahwa kertas kecil itu adalah alamat kantor Heri.
Ternyata kertas yang diambilnya itu memang alamat kantornya Heri. Ada yang aneh pada hubungan mereka selama ini. Rose selama kurun tiga tahun setengah tidak sekalipun diajak berkunjung kekantor Heri. Pernah sekali ia meminta,itupun ditolak oleh Heri. Heri selalu mengelak bila Rose ingin main ke kantornya Heri. Selalu ada saja gurindam dari Heri untuk menolak keinginan Rose tersebut. Akhirnya Heri hanya memberi alamat saja pada Rose, letak keberadaan kantor Heri. Besok aku akan berkunjung… Batin Rose membulatkan Tekat. Ia tidak biasa melarut-larutkan masalah berkepanjangan. Dan ini baru yang pertama terjadi.
Kalau pun Heri kecewa pada sikap Kak Reni seharusnya tidak sampai seperti ini. Rose merasa Heri telah menjadi pribadi yang pengecut. Baru kali ini Heri lari dari masalah. Pendirian yang tegas yang dipunyai Heri seakan hilang tak berbekas karena sikap Heri yang aneh ini.
Esoknya Rose meminta izin pulang lebih cepat dari biasanya oleh atasannya. Jam dua ia pun sudah berkemas-kemas untuk pulang. Ya, hari ini Rose akan mendatangi kantor Heri, ia tidak perduli apakan nanti Heri akan marah. Kalau pun marah itu paling tidak ia tidak akan diusir, karena ia adalah kekasihnya. Yang paling penting ia mendapat kejelasan atas sikap Heri yang menghilang bagai ditelan bumi ini.
Sejenak Rose terdiam tak berkedip, kakinya bagai dipaku dibumi, matanya nanar kearah seberang, orang yang ditunggu-tunggunya sudah ada didepan matanya, tapi skenario yang sudah dirancangnya berubah total, hampir saja air matanya berlinang, tapi ia sekuat tenaga untuk menahan gejolak hatinya yang kecewa. Ia seakan tidak percaya melihatnya, bumi bagai runtuh dihadapannya.
Heri menggandeng mesra wanita lain. Wanita itu terlihat cantik, dan berjalan mesran dengan menggenggam tangan Heri. Rose terdiam, dia masih kecewa, ada perasaan kesal yang mendalam, Heri telah mendua. Jadi ini yang selama ini disembunyikan oleh Heri.
Heri tidak menyadari kalau ia kali ini mendapat tamu istimewa. Ya, Rose. Yang sudah menantinya diseberang sana, didepan kantornya. Tubuhnya terdiam kaku. Heri menyebrang sambil menggandeng mesra wanita itu, ia mencoba menghentikan beberapa mobil, agar bisa membiarkan dirinya dan teman wanitanya itu menyebrang. Setelah susah payah, akhirnya Heri dan wanita tersebut sudah sampai didepan kantor Heri.
Mereka saling pandang dan tersenyum mesra, setelah berhasil bersama-sama menyebrangi jalan tersebut, kemesraan tampak menyelimuti mereka, dan ini adalh pukulan telah bagi Rose yang sudah menantinya, tanpa disadari Heri. Tiba-tiba langkah Heri terhenti, tiba-tiba ia seperti mengenal gadis ini, astaga! Heri teriak dalam hati, Rose! Teriaknya panik, Lehernya seperti tercekik sangking kagetnya Heri sampai menggenggam keras tangan gadis yang dibawanya tersebut.
“Rose…” kata Heri gugup, Rose tampak matanya berkaca-kaca, dia sudah tidak sanggup lagi untuk berkata. Rasa sesal yang menghujam jiwanya seakan membuat tatapan matanya nanar, linangan air matanya benar-benar telah mengalir deras. Wanita yang ada disamping Heri belum bisa menduga apa sebenarnya yang telah terjadi.
Heri menghampiri Rose “Biat aku jelaskan Rose, ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” Kata Heri yang bingung ingin menjelaskan apa yang telah terjadi, sementara gadis yang dibawanya juga meminta penjelasan padanya. Rose tidak menjawab Heri. Ia tampak menghindat ketika tangan Heri ingin meraih bahunya. Ia merasa tidak jijik pada Heri, Benci dan sakit hati telah menyelimuti Rose. Rose pun berlari tidak menghiraukan teriakan Heri, Rose telah sakit hati tidak sanggup lagi melihat kenyataan yang ada didepan matanya.
Rose benar-benar berlari kencang, sambil tangannya menutup mulutnya untuk menahan tangis, berlari dengan bahu berguncan keras. Ia seperti lepas kendali tidak menghiraukan lagi keadaan sekelilingnya. Padahal sebenarnya Rose sedang berada dijalan yang dilalui banyak mobil kencang. Brak! Tubuh gadis nan mungil itu terlempar jauh, orang-orang disekitarnya dan diseberang berteriak “Awas!!:” tapi tubuh itu terus menerjang tanpa menhiraukan sekitarnya, ia lupa bahwa dirinya berada di tengah jalanan yang sibuk oleh arus kendaraan yang kencang.
Tubuh mungil itu benar-benar tak bergerak, darah mengucur deras disekitarnya. Heri tanpa sadar berlari kencang menuju tubuh kekasihnya itu yang telah terbujur kaku dengan dialiri darah segar di mulut dan kepalanya.
“Rose!!” panggilnya berteriak, tubuhnya mendekap erat gadis mungilnya tersebut.diusapnya darah yang membasahi muka Rose. Dia tidak sanggup lagi berkata apa-apa lagi, ya Rose memang telah terbujur kaku ditbrak mobil kijang biru. Semua orang berhambur mendekat. Heri tak bisa menahan tangis, kekecewan dan rasa bersalah langsung seketika pecah.. dengan tangis yang membuncah Heri berteriak histeris sambil memeluk gadis mungil yang tidak lain adalah kekasihnya tersebut.
Penyesalan memang selalu datang terlambat. Pelajaran selalu datang setelah datang musibah. Apa yang terjadi pada Rose telah membuat Heri menyesal mendalam, ia menangis berteriak “Maaf” sambil memeluk tubuh mungil itu terbujur kaku. Terlambat Heri… Kini sudah menjadi elegi cinta bagi Rose.
****
Cerpen ini dimuat pada buku Antologi Gado-gado Cinta..